Sabtu, 28 Desember 2013

uji larutan senyawa organik


UJI LARUTAN SENYAWA OGANIK

I. Tujuan
            Menentukan jenis senyawa organik berdasarkan reaksi yang terjadi

II. Dasar Teori
            Senyawa organik merupakan senyawa kimia yang mengandung gugus karbon (C). Kelarutan menyatakan secara kualitatif jumlah maksimal zat yang dapat terlarut dalam sejumlah zat terlarut atau larutan. Dengan tes kelarutan, suatu senyawa dapat ditentukan apakah suatu senyawa yang sedang diuji adalah basa kuat (amina), asam lemah (fenol), asam kuat (asam karboksilat), atau suatu zat netral (aldehid, keton, alkohol, ester, eter). Pelarut yang digunakan dalam uji kelarutan senyawa organik adalah HCl 5%, NaOH 5%, NaHCO3 5%, H2SO4 pekat, air, dan pelarut-pelarut organik.Senyawa organik adalah golongan besar senyawa kimia yang molekulnya mengandung karbon,kecuali karbida, karbonat, dan oksida karbon. Studi mengenai senyawaan organik disebut kimia organik. Dari dolongan besar itu senyawa organik dapat diklasifikasikan  dalam keluarga (families) dan kelas (class) yang berbeda. Senyawa organik dibagi kedalam Sembilan kelas yang berbeda, digolongkan menurut sifat masing-masing dalam senyawa tersebut. Secara kuantitatif untuk menyatakan komposisi atau kelas dari larutan digunakan uji kelarutan terhadap senyawa tersebut.
            Suatu larutan dinyatakan merupakan ”larutan tidak jenuh” jika solute dapat ditambahkan untuk memperoleh berbagai larutan yang berbeda dalam konsentrasinya. Dalam banyak hal, ternyata proses penambahan solute tidak dapat berlangsung secara tidak terbatas. Suatu keadaan akan dicapai dimana penambahan solute pada sejumlah solvent yang tertentu tidak akan menghasilkan larutan lain yang memiliki konsentrasi lebih tinggi. Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute mempunyai kesamaan dalam struktur dan sifat-sifat kelistrikan dari molekul-molekul solvent. Bila ada kesamaan dari sifat-sifat kelistrikan, misalnya momen dipol yang tinggi, antara solvent-solvent, maka gaya-gaya tarik yang terjadi antara solute solvent adalah kuat. Sebaliknya, bila tidak ada kesamaan, maka gaya-gaya terik solute solvent lemah.
            Secara umum, padatan ionik mempunyai kelarutan yang lebih tinggi dalam solvent polar daripada dalam pelarut non-polar. Juga, jika solvent lebih polar, maka kelarutan dari padatan-padatan ionik akan lebih besar.
            Pengendapan merupakan metode yang sangat berharga untuk memisahkan suatu sample menjadi komponen-komponennya. Proses yang dilibatkan adalah proses dalam zat yang akan dipisahkan itu digunakan untuk membentuk suatu fase baru endapan padat. Pengujian mengenai kelarutan ini banyak digunakan untuk produk-produk instan seperti jahe instan, kopi instan, serta dapat pula digunakan untuk tablet. Makin tinggi angka yang diperoleh menunjukkan kelarutan yang meningkat pula.

III. Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah :
  • Ø  Tabung reaksi
  • Ø  Rak tabung reaksi
  • Ø  Batang pengaduk
  • Ø  Spatula
  • Ø  Pipet tetes

            Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah
  • Ø  NaOH 5%
  • Ø  HCL 5 %.
  • Ø  NaHCO3 5%.
  • Ø    H2SO4
  • Ø  Sample (A,B,C,D,E,F,G,H,I)


IV. Prodedur







V. Hasil dan Pembahasan
Sampel A + H20           =  larut ,  tidak mengubah lakmus merah maupun lakmus biru
Sampel B + H2O          = tidak larut
                + NaOH       = tidak larut
                + HCl           = tidak larut
                + H2SO4     = tidak larut
Sampel C + H2O          = larut, tidak mengubah lakmus merah maupun lakmus biru
Sampel D + H2O          = larut, tidak mengubah lakmus merah maupun lakmus biru
Sampel E + H2O          = larut,  mengubah lakmus biru menjadi merah
Sampel F + H2O          = tidak larut
                + NaOH       = tidak larut
+ HCl           = tidak larut
+ H2SO4     = tidak larut
Sampel G + H2O          = larut,  mengubah lakmus biru menjadi merah
Sampel H + H2O          = tidak larut
                + NaOH       = tidak larut
                + HCl           = tidak larut
                + H2SO4     = tidak larut
Sampel I   + H2O         = tidak larut
+ NaOH      = tidak larut
+ HCl          = tidak larut
+ H2SO4    = tidak larut


kesimpulan sementara
Sampel
Sifat
A
Netral
B
Inert
C
Netral
D
Netral
E
Asam Karboksilat
F
Inert
G
Asam Karboksilat
H
Inert
I
Inert

             Senyawa organik adalah golongan besar senyawa kimia yang molekulnya mengandung karbon,kecuali karbida, karbonat, dan oksida karbon. Studi mengenai senyawaan organik disebut kimia organik. Dari dolongan besar itu senyawa organik dapat diklasifikasikan  dalam keluarga (families) dan kelas (class) yang berbeda. Senyawa organik dibagi kedalam Sembilan kelas yang berbeda, digolongkan menurut sifat masing-masing dalam senyawa tersebut. Secara kuantitatif untuk menyatakan komposisi atau kelas dari larutan digunakan uji kelarutan terhadap senyawa tersebut.
            Dalam percobaan kali ini yang harus dilakuka praktikan adalah menentukan sifat sifat sampel yang diberikan, apakah sifatna netral (alkena, alkuna, alcohol, keton, amida, aldehida, ester dan eter) senyawa inert (alkana, alkil halide, atau senyawa aromatik), atau merupakan suatu asam karboksilat.
            Dari hasil percobaan didapatkan bahwa sampel A merupakan senyawwa netral, sampel B merupakan senyawa inert, sampel C merupakan senyawa netral, sampel D merupakan senyawa netral, sampel E merupakan asam karboksilat, sampel F merupakan senyawa inert, sampel G merupakan asam karboksilat, sampel B merupakan senyawa inert, dan sampel B merupakan senyawa inert.
            Dalam penentuan sifat senyawa ini terjadi kesalahan terhadap beberapa sampel, yaitu sampel E, sampel F dan sampel I ketiganya merupakan senyawa netral. kesalahan ini terjadi antara lain karena kekurang telitian praktikan saat proses identifikasi dan karena bahan yang digunakan sudah terkontaminasi dengan bahan yang lain sehingga menguubah hasil identifikasi.

VI. kesimpulan
  • v  Sampel A adalah dietil eter
  • v  Sampel B adalah n-heksana
  • v  Sampel C adalah isopropil Alkohol
  • v  Sampel D adalah Aseton
  • v  Sampel E adalah Fenol
  • v  Sampel F adalah Formaldehid
  • v  Sampel G adalah Asam Asetat
  • v  Sampel H adalah toulena
  • v  Sampel I adalah  etilen diain 


VII. Daftar Pustaka
  • ·         Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Edisi ketiga. Jilid 1. Jakarta : Erlangga
  • ·         Nurbayti, Siti. 2006. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Jakarta : Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah
  • ·         http://www.scribd.com/doc/136496525/Uji-Kelarutan-Senyawa-Organik
  • ·         repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16944/4/Chapter%20II.pdf‎




Sintesis Aspirin


  SINTESIS ASPIRIN

I. Tujuan
·         Mengetahui cara mensintesis aspirin
·         Mengetahui jumlah aspirin yang terbentuk

II. Dasar Teori
            Aspirin atau asam asetilsalisilat (adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit), antiseptik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jangtung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah di dunia.
            Awal mula penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman, replika tablet aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, Land der Ideen ( jeman, negeri berbagai ide )  
           Sintesis aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan suatu alkohol membentuk suatu ester. Aspirin merupakan salisilat ester yang dapat disintesis dengan menggunakan asam asetat (memiliki gugus COOH) dan asam salisilat (memiliki gugus OH). Asam salisilat dicampur dengan asam asetat anhidrat, menyebabkan reaksi menghasilkan aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan. Sejumlah kecil asam sulfat umumnya digunakan sebagai katalis.
III. Alat dan Bahan
            Alat alat yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain: becker glass, erlenmeyer, pipet tetes  neraca analitik, gelas ukur, batang pengaduk, corong, kertas saring, dan penangas air.
            Bahan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain: asam salisilat, asam asetat, H2SO4 pekat dan etanol.

IV. Cara Kerja
            Sebanyak 2,5 gr asam salisilat dimasukkan dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 5ml asam asetat dan 3 tetes H2SO4. Kemudian erlenmeyer digoyangkan hingga semua bahan tercampur. Kemudian dipanaskan dengan merendam erlenmeyer dalam air di penangas dalam suhu 59-600C selama kurang lebih 15 menit. Setelah dipanaskan, kemudian didinginkan dengan merendam sebagian erlenmeyer dengan air dingin. Setelah panas hilang berikutnya ditambahkan 37,4 ml aquades dan diaduk. Dilakukan penyaringan terhadap endapan yang terbentuk, kemudian ditimbang endapan yang tersaring.

V. Hasil dan Pembahasan
·         Massa kertas saring                  = 0,87 gram
·         Massa kertas saring+endapan   = 5,23 gram
·         Massa endapan                        = 4,36 gram

Pada percobaan kali ini dilakukan uji sintesis aspirin. Aspirin merupakan salah satu bentuk aromatik asetat yang paling dikenal dapat disintesa dengan reaksi esterifikasi gugus hidroksi fenolat dari asam salisilat dengan menggunakan asam asetat. Sintesa asam asetil salisilat  ini dilakukan berdasarkan reaksi asetilasi antara asam salisilat dengan  asam asetat dengan menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalisator
Asam sulfat pekat yang berfungsi sebagai katalisator ditambahkan pada larutan campuran asam salisilat dengan asam asetat anhidrat. Dengan kata lain, asam sulfat berfungsi untuk mempercepat terjadinya sintesa dengan cara menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi berjalan lebih cepat dan energi yang diperlukan semakin sedikit.
Larutan yang sudah tercampur kemudian dipanaskan pada suhu 600C dengan direndam dengan air diatas penangas. Pemanasan ini dilakukan dengan tujuan menghilangkan zat-zat pengotor yang ada pada larutan sehingga menghasilkan aspirin dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Bukan hanya itu, pemanasan ini juga bertujuan mempercepat kelarutan asam salisilat, dimana hal ini akan mempengaruhi laju reaksi yang semakin cepat karena mempercepat gerak kinetik dari molekul-molekul larutan tersebut.
Kemudian setelah pemanasan, larutan yang ada pada erlenmeyer didinginkan pada suhu kamar selama beberapa menit, dengan cara merendam sebagian erlenmeyer dengan menggunakan air dingin. Pada saat kristal apirin terbentuk, dilakukan penembahan 37,5 ml aquades. Hal ini dilakukan agar reaksi pembentukan berjalan sempurna dan untuk menghidrolisis kelebihan asam pada kristal aspirin.
Setelah itu, dilakukan penyaringan dengan kertas saring yang telah ditimbang sebelumnya. Didapatkan massa kertas saring sebesar 0,87 gram. Penyaringan ini dilakukan untuk mendapatkan kristal aspirin yang terdapat dalam larutan. Kemudian kristal aspirin yang ada pada kertas saring dikeringkan dengan menggunakan hair dryer selama beberapa menit, kemudian ditimbang. Didapatkan bobot kertas saring ditambah dengan endapan sebesar 5,23 gram. Sehingga didapatkan bobt endapan sebesar 4,36 gram.
Pada praktikum sintesa aspirin terjadi suatu reaksi yang dinamakan reaksi asetilasi. Pada reaksi ini terjadi pemutusan gugus hidroksi pada asam-asam salisilat akan terlepas oleh gugus COCH3, sehingga akan menghasilkan aspirin dan asam asetat


VI. Kesimmpulan
·         Berat aspirin yang diperoleh sebesar 4,36 gram
·         Pada percobaan terjadi reaksi asetilasi

VII. Daftar Pustaka
·         Fessenden, Ralph J. dan Joan S. Fessenden. 1990. Organic Chemistry, 4th ed. Brooks/Cole Publishing Co. : Amerika.








Jumat, 27 Desember 2013

IDENTIFIKASI ALDEHID DAN KETON


I. Tujuan
  1. Mempelajari dan memperkenalkan salah satu metode identifikasi senyawa berdasarkan perbedaan gugus  fungsi.
  2. Memberi pemahaman identifikasi secara kimia senyawa golongan aldehid dan keton.
II. Dasar Teori

 Salah satu gugus fungsi yang kita yaitu aldehid. Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat pada sebuah atau dua buah atom hidrogen. Nama IUPEC dari aldehida diturunkan dari alkana dengan mengganti akhiran “ana“ dengan “al“. Nama umumnya didasarkan nama asam karboksilat ditambahkan dengan akhiran dehida (Petrucci, 1987).
Aldehid dinamakan menurut nama asam yang mempunyai jumlah atom C sama pada nama alkana yang mempunyai jumlah atom sama. Pembuatan aldehida adalah sebagai berikut: oksidasi alkohol primer, reduksi klorida asam, dari glikol, hidroformilasi alkana, reaksi Stephens dan untuk pembuatan aldehida aromatik (Fessenden, 1997).
Salah satu reaksi untuk pembuatan aldehid adalah oksidasi dari alkohol primer. Kebanyakan oksidator tak dapat dipakai karena akan mengoksidasi aldehidnya menjadi asam karboksilat. Oksidasi khrompiridin komplek seperti piridinium khlor kromat adalah oksidator yang dapat merubah alkohol primer menjadi aldehid tanpa merubahnya menjadi asam karboksilat (Petrucci, 1987).
Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil terikat pada dua gugus alkil, dua gugus alkil, atau sebuah alkil. Keton juga dapat dikatakan senyawa organik yang karbon karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Keton tidak mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil (Wilbraham, 1992).
Pembuatan keton ynag paling umum adalah oksidasi dari alkohol sekunder. Hampir semua oksidator dapat dipakai. Pereaksi yang khas antara lain khromium oksida (CrO3), phiridinium khlor kromat, natrium bikhromat (Na2Cr2O7) dan kalium permanganat (KMnO4) (Respati, 1986).
Reaksi-reaksi pada aldehida dan keton adalah reaksi oksidasi dan reaksi reduksi. Reaksi oksidasi untuk membedakan aldehida dan keton. Aldehid mudah sekali dioksidasi, sedangkan keton tahan terhadap oksidator. Aldehida dapat dioksidasi dengan oksidator yang sangat lemah. Sedangkan reaksi reduksi terbagi menjadi tiga bagian yaitu reduksi menjadi alkohol, reduksi menjadi hidrokarbon dan reduksi pinakol (Wilbraham, 1992).
Sifat-sifat fisik aldehid dan keton, karena aldehid dan keton tidak mengandung hidrogen yang terikat pada oksigen, maka tidak dapat terjadi ikatan hidrogen seperti pada alkohol. Sebaliknya aldehid dan keton adalah polar dan dapat membentuk gaya tarik menarik elektrostatik yang relatif kuat antara molekulnya, bagian positif dari sebuah molekul akan tertarik pada bagian negatif dari yang lain (Fessenden, 1997).
  
      A.    Iodoform
Iodoform merupakan salah satu haloform yang terbentuk kristal berwarna
kuning, dan sedikit larut dalam air. Secara umum haloform dibuat dari suatu senyawa metil keton / metil aldehida atau dari senyawa yang bila teroksidasi menghasilkan senyawa tersebut. Metil keton menghasilkan endapan kuning iodoform jika direaksikan dengan iodine dalam larutan NaOH.  

R-C-CH3+ 3 I2+ 4NaOH  èR-C-ONa  +   3 NaI  +  3  H2O + CHI3
 Metil keton                                                                                               Iodoform kuning

Untuk pembahasan ini, diasumsikan bahwa pereaksi yang kita gunakan adalah larutan iodin dan natrium hidroksida. Tahap pertama melibatkan substitusi ketiga atom hidrogen dalam gugus metil dengan atom-atom iodin. Keberadaan ion-ion hidroksida cukup penting untuk berlangsungnya reaksi  ion-ion ini terlibat dalam mekanisme reaksi.
Pada tahap kedua, ikatan antara C I3 dan ikatan lainnya pada molekul terputus menghasilkan triiodometana (iodoform) dan garam dari sebuah asam.
  
      B.    Tes Benedict
Tes benedict memberikan hasil positif bila terbentuk endapan merah bata. Aldehida alifatik dioksidasi menjadi asam karboksilat dengan pereaksi benedict( kompleks ion Cu(II) sitrat dalam larutan basa). Ion Cu(II) direduksi menjadi Cu2O(endapan berwarna merah bata). Aldehida aromatik dan keton tidak bereaksi dengan pereaksi benedict.

R-CHO  +  2Cu2+ +  5 OH     à R-COO- +  Cu2O  +   3 H2O
 Biru                                                      merah bata

III. Alat dan Bahan

     a.    Tes Iodoform.
Alat :           
·         Gelas Beaker
·         Batang Pengaduk
·         Kertas Saring
·         Penanggas Air
·         Timbangan Analitik
Bahan :
·         KI
·         NaOCl
·         Aseton
·         Alkohol 
  
     b.    Tes Benedict.
Alat :
·         Pipet Tetes
·         Tabung Reaksi
·         Gelas Beaker
·         Penanggas Air
Bahan :
·         Formaldehida
·         Aseton
·         Benzaldehida
·         Pereaksi Benedict

IV. Cara Kerja

         A.    Oksidasi dengan KMnO4
Pertama-tama disiapkan 3 buah tabung reaksi lalu masing-masing tabung reaksi diisi dengan 1 ml KMnO4, setelah itu tabung 1 ditambahkan dengan 1 tetes formaldehid, tabung 2 ditambahkan 1 tetes aseton, tabung 3 ditambahkan 1 tetes benzaldehid setelah itu diamati apa yang terjadi.
 
          B.     Tes Tollens
         ½ mL Tollens A dicampurkan dengan ½ mL Tollens B lalu dimasukkan kedalam 3 tabung reaksi dan masing-masing ditambahkan larutan ammonia 2%tetes demi tetes setelah itu tabung 1 ditambahkan aseton, tabung 2 ditambahkan benzaldehid, tabung 3 ditambahkan formaldehid kemudian dipanaskan pada suhu 60oselama 5 menit dan diamati apa yang terjadi.

          C.     Tes Benedict
           Pertama-tama disiapkan 4 tabung reaksi yang telah berisi masing-masing 10 tetes formaldehid, aseton, benzaldehid, dan glukosa setelah itu ditambahkan 2 mL Benedict lalu dikocok dan dipanaskan selama 10 menit kemudian di dinginkan dan diamati apa yang terjadi.

          D.    Tes Fehling
       3 mL Fehling A dicampur dengan 1,3 mL Fehling B kemudian diisi 3 tetes masing-masing kedalam 4 tabung reaksi lalu tabung dikocok dan dipanaskan selama 10 menit dan diamati apa yang terjadi.

          E.     Tes Iodoform
Pertama-tama disiapkan 3 buah tabung reaksi lalu ditambahkan masing-masing 4 mL NaOH 5% lalu di dinginkan dalam es setelah itu ditambahkan 40 tetes Iodine dan 3 tabung reaksi tersebut ditambahkan masing masing 20 tetes formaldehid, aseton, benzaldehid dan diamati apa yang terjadi

V. HASIL PENGAMATAN
a. Oksidasi dengan KMNO4
Perlakuan
Pengamatan
1 ml KMNO4 + Formal Dehid
Larutan menjadi berwarna coklat kemerahan
1 ml KMNO4 + Aseton
Tidak ada Perubahan
1 ml KMNO4 + Benzildehid
Larutan menjjadi warna coklat (minyak)

b.  ½ ml Tolens A + ½ ml Tollens B
Perlakuan
Pemgamatan
½ ml Tolens A + ½ ml Tollens B
Endapan coklat abu-abu
½ ml Tolens A + ½ ml Tollens B + Amonia
Ada 2 lapisan dengan cicncin perak dibagian atas
Tabung 1 + Formal Dehid (dipanaskan)
Larutan menjadi putih kehijauan cicin perak menjadi kehitaman
Tabung 2 + Aseton (dipanaskan)
Larutan menjadi bening kehitaman, ada endapan hitam cicin pehak menjadi kehitaman
Tabung 3 + Benzil dehid (dipanaskan)
Larutan menjadi keruh ada endapan hitam. Cicin perrak menjadi hitam

c. Tes Benedith
Perlakuan
Pengamatan
Formal dehid + 2ml benedith
Terdapat gelembung” Larutan putih menjadi biru
Aseton + 2ml benedith
Larutan menjadi hijau
Benzildehid + 2ml benedith
Larutan putih menjadi biru
Glukosa + 2ml benedith
Larutan menjadi Biru
Formal dehid + 2ml benedith ( dipanaskan)
Larutan menjadi biru
Aseton + 2ml benedith ( dipanaskan)
Tidak ada perubahan
Benzildehid + 2ml benedith  ( dipanaskan)
Larutan menjadi keruh
Glukosa + 2ml benedith  ( dipanaskan)
Larutan biru ada dua lapisan orange pada lapisan bawah dan biru pada lapisan atas

d. Fehling A + Fehling B
Perlakuan
Tidak dipanaskan
Dipanaskan
1,3 ml Fehling A + 1,3 ml Fehling B + Formal dehid
Larutan berwarna biru
Tidak ada perubahan
1,3 ml Fehling A + 1,3 ml Fehling B  + Aseton
Larutan berwarna biru
Tidak ada perubahan
1,3 ml Fehling A + 1,3 ml Fehling B  + Benzildehid
Larutan birutua dengan gelembung minyak
Ada 2 fase larutanmenjadi keruh
1,3 ml Fehling A + 1,3 ml Fehling B  + Glukosa
larutan berwarna biru tua
2 lapis endapan merah bat cincin merah bata larutan warna biru tua

e. Tes Iodoform
Perlakuan
Pengamatan
NaOH + iodine + formal dehid
Larutan being menjadi kekuningan
NaOH + iodine + Aseton
Warna larutan bening
NaOH + iodine + Benzildehid
Larutan dengan minyak-minyak

VI. Pembahasan
Percobaan pertama tentang tes iodoform. Reaksi iodoform yaitu suatu reaksi yang spesifik terhadap senyawayang mengandung gugus metil keton. Gugus metil dari suatu metil keton diiodinasi dalam suasana basa sampai terbentuk Iodoform (CHI3) padat berwarna kuning
 Gugus metil keton yang dipakai dalam percobaan ini adalah aseton,yang akan direaksikan dengan iodium suasana basa menghasilkan Iodoform.Dan selanjutnya dilakukan proses rekristalisasi.
Dalam percobaan ini dilakukan pengenceran aseton dengan air. Hal inidikarenakan pada daerah tropis aseton mudah menguap. Dengan adanya penambahan air dapat mencegah penguapan aseton. 
NaOCl berfungsi sebagai suasana basa. Dalam percobaan ini, setelah iodoform habis bereaksi harus segera ditambahkan sejumlah air karena bila iodoform telah habis bereaksi berarti sudah terbentuk kristal iodoform. Tujuan penambahan air sesegera mungkin adalah untuk menyempurnakan reaksi agar kristal yang dihasilkan bagus.
Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan adalah penambahan NaOCl yang terlalu sedikit dan berlebih. Penambahan NaOCl harus tepat karena jika terlalu sedikit, suasananya menjadi kurang basa dan akibatnya kristal yang terbentuk sedikit. Sedangkan jika terlalu banyak atau berlebih iodoform dapat larut dalam NaOCl.
Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat dimana dalam keadaan panas larut dalam suatu pelarut tertentu, tetapi dalam keadaan dingin atau pada suhu kamar, zat atau kristalnya akan terjadi. Cara rekristalisasi dengan memanaskan pelarut tertentu yang sesuai (dalam hal ini alkohol panas). Alkohol ± 50 ml dipanaskan di atas hot plate dengan diberi corong yang sudah disumbat dengan kertas saring. Dimasukkan kristal iodoform yang sudah disaring tersebutke dalam erlenmeyer, yang kemudian dilarutkan ke dalam alkohol panas.
Alkohol dipanaskan di atas hot plate bukan di atas api bebas karena alkohol sifatnya mudah terbakar maka menggunakan erlenmeyer yang ditutup dengan corong dan ditutup dengan kertas saring untuk menghindari terjadinya penguapan alkohol.
alkohol panas tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer lain yang sudah berisi kristal iodoform, penambahannya dilakukan sedikit demi sedikitsampai kristal iodoformnya tepat larut. Jika alkohol ditambahkan berlebih maka kristal iodoform yang larut saat panas nantinya akan sulit mengendap atau mengkristal kembali.
Setelah itu dinginkan, lalu menambahkan air dan segera disaringdengan corong. Hasil kristalnya yang terbentuk dikeringkan, setelah kering hasilnya ditimbang. Diperoleh berat kristal iodoform sebesar 1.57 gram.

kedua adalah tes benedict, pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui reaksi pada aldehid dan keton dengan direaksikan dengana benedict. Larutan yang akan di uji dengan benedict adalah formaldehid, aseton dan benzaldehid.
Langkah pertama  yang dilakukan adalah menyiapkan 3 buah tabung reaksi masing-masing diisi dengan 10 tetes formaldehid, aseton dan benzaldehid. kemudian pada masing-masing tabung ditambahkan 2 ml pereaksi benedict. Kemudian ditempatkan dalam penangas air yang bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. pada penambahan benedict ini tidak terjadi perubahan warna yang menunjukan positifnya tes benedict. penambahan benzaldehid dengan pereaksi benedict menghasilkan warna biru. penambahan pereaksi benedict pada aseton menghasilkan warna biru. dan penambahan pereaksi benedict pada formaldehid menghasilkan warna hijau. pada saat pemanasan, tidak terjadi perubahan pada benzaldehid dan aseton,namun terjadi perubahan warna menjadi biru dari warna hijau pada formaldehid + pereaksi benedict. setelah itu di lakukan pendinginan dengan cara dimasukkan ketiga tabung reaksi tersebut kedalam gelas beaker berisi air es. Setelah beberapa saat didiamkan, terjadi perubahan pada benzaldehid + pereaksi benedict yaitu Terdapat 3 fase. Dan dibagian tengah terdapat pemisah seperti cincin. dan pada aseton + pereaksi benedict terdapat pemisahan pada bagian atas atau terdapat 2 fase. pada formaldehid tidak terjadi apapun dan larutan homogen. pada teorinya, yang akan meunjukkan reaksi positif terhadap pereaksi benedict adalah formaldehid dengan reaksi

                     O                                            O

                                   ||                                           ||

H – C – H + 2Cu+ OH-  à H – C – OH + CuO↓ Merah bata + 3H2O

Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam melakukan percobaan,kurang telitinya saat percobaan. dan dapat disebabkan pula dari bahan yang digunakan terkontaminasi dengan bahan lain.

V. KESIMPULAN
a. penambahan benzaldehid dengan pereaksi benedict menghasilkan warna biru. perubahan pada benzaldehid + pereaksi benedict yaitu Terdapat 3 fase. Dan dibagian tengah terdapat pemisah seperti cincin
b. penambahan pereaksi benedict pada aseton menghasilkan warna biru. pada aseton + pereaksi benedict terdapat pemisahan pada bagian atas atau terdapat 2 fase.
c. penambahan pereaksi benedict pada formaldehid menghasilkan warna hijau. pada formaldehid tidak terjadi apapun dan larutan homogen.
 
VI. DAFTAR PUSTAKA
·         Fesenden, J Ralp, dan Joan s. Fessenden. 2006. Kimia Organik Jilid1. Terjemahan Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Penerbit Erlangga.